Sabtu, 10 Januari 2015

Redemtion

Apa yang lebih nyata dari sebuah Kenyataan?
Hidup bagi sebagian orang atau bahkan banyak orang memang sering berjalan tidak sesuai dengan apa yang kita pesan. Dengan apa yang kita punya kita membuat rencana, strategi hidup, untuk mencapai sebuah target yang kita buat, yang kita kemas dalam sebuah Harapan.

Ya, harapan inilah yang membuat manusia hidup sebagai manusia seutuhnya. Harapan menjadi ruh yang sangat berpengaruh dalam penentuan pilihan hidup. Kita bergerak maju, atau mundur untuk mencapai harapan yang kita hidupkan yang konkrit di dalam kepala kita, mempengaruhi alam bawah sadar kita. Mempengaruhi tujuan hidup kita.

Yang menariknya, dari semua manusia yang memiliki harapan dalam hidupnya, mempunyai satu kesamaan dalam menjawab harapan itu untuk menjadi nyata atau sekadar mimpi belaka. Dia adalah sang waktu. Wktu mengikis habis bayangan dari harapan kita untuk menjadi nyata atau menjadi oasis di sebuah gurun. Waktu dengan tegas dan pandang bulu terus bergerak maju di tengah kesiapan atau ketidaksiapan kita saat berjalan.

Waktu memberikan banyak hal untuk mengantar kita mengubah harapan kedalam kenyataan. Bersamaan dengan itu juga, waktu kadang menjerumuskan kita kedalam angan dan pelarian di tengah ketidakpastian dan kegagalan dari apa yang kita rasakan. Jauh membenamkan kita kedalam buaian mimpi yang begitu elok dan nikmat untuk dinikmati, membuat halusinasi dari kenyataan hidup. Lalu, apa yang lebih nyata dari sebuah kenyataan?

Kita terlalu mudah untuk menyusun strategi dan memulai langkah daripada menyelesaikan apa yang telah dimulai. Ditambah tembok kegagalan dan kenyataan yang tidak sesuai dengan apa yang kita pesan. Membawa kita jauh ke dalam kesenangan yang menjadi bius dari hal nyata yang ada di depan mata. Membuat kita ketakutan akan masa depan, sebuah masa yang bahkan belum kita pijak.

Ketakutan mengaburkan kita dari harapan. Ketakutan membius kita dalam bayangan suram akan hal yang belum kita rasakan. Ketakutan melempar jauh diri kita dari waktu yang nyata, yang kita jalani, sekarang. Sekarang kita memilih untuk diam dan memikirkan ketakutan dalam sebuah bayangan. Menghabiskan waktu dengan sia-sia tanpa ada sebuah awalan. Bukankah, hidup adalah pertaruhan?

Dari awal kita sudah ada dalam situasi pertaruhan. Dengan sajian pilihan yang ada di depan, kita harus memilih untuk memulai dengan cara apa dan bagaimana. Mempertaruhkan kepercayaan kita dalam pilihan yang masing-masing punya peluang di depan yang sama-sama tidak pernah kita ketahui apa.

Kita sama-sama memulainya dengan sebuah harapan yang punya satuan waktu untuk mengungkapnya dengan berbagai kenyataan dari situasi yang ada sekarang dengan segala ketidakpastian yang menuntut kita membuat strategi untuk menjalaninya dengan ancaman ketakutan bahwa apakah aku bisa menciptakan masa depan sesuai yang aku harapkan.

Kenapa takut untuk memulainya dari hal kecil atau hal besar, bila keduanya sama-sama punya peluang yang sama untuk gagal atau berhasil? Kenapa harus membuang waktu untuk mendapatkan kebenaran dari harapan bila kita sama-sama tahu dan sadar bahwa kita tidak tau berapa banyak waktu yang kita punya? Kenapa kita harus takut gagal bila sebelumnya kita sudah pernah gagal? Kenapa harus membuang harapan dan hanya mengikuti arus waktu untuk disajikan? Hidup kita adalah diri kita. Yang menjadi pilihannya adalah apakah kita hidup hanya untuk diri kita, atau orang banyak.

Gagal itu biasa, tapi menyerah adalah duka.

Pengikut