Konsepsi Budaya
Berawal dari tulisan teman-teman OMB UMN 2012 yang saya baca, maka terrangkailah untaian tulisan sederhana ini sebagai bentuk apresiasi untuk Para Comrade UMN. Individu-individu yang terpilih berdasarkan kualitas nurani yang benar, pikiran yang membangun, dan tangan yang ikhlas dalam berkarya. Keutuhan manusia, kemanusiaan yang berbudaya.
Menurut Sidi Gazalba, “budaya adalah cara berpikir dan merasa untuk kemudian dinyatakan dalam seluruh kehidupan sekelompok manusia yang membentuk masyarakat dalam suatu ruang dan waktu tertentu.” Dalam dinamika dan proses ini banyak hal yang dihasilkan dan menjadi produk yang turun temurun diwariskan, yang dalam hal ini sangat erat kaitannya dengan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia yang mencakup nilai-nilai yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Prof. DR. Koentjaraningrat)
Hal ini memberi pemahaman bahwa dibutuhkan proses, pembelajaran, dan penerapan yang dilakukan turun-temurun yang pada akhirnya akan menghasilkan akar untuk tumbuh kembangnya elemen masyarakat di atasnya. Hal ini berlaku pula di dalam lingkup kelompok manusia yang lebih kecil lagi. Misalnya budaya di sebuah negara, budaya di sebuah daerah, budaya sebuah suku, budaya perusahaan, bahkan sampai pada elemen terkecilnya, keluarga.
Karena ini merupakan sebuah dialektika, maka peranan waktu sangat kental. Ruang dan waktu membentuk kualitas serta tatanan produk masyarakat ini. Di samping itu, sisi yang tidak kalah penting adalah kualitas tiap individu di dalam masyarakat itu sendiri.
Pemahaman seperti itu akan tetap menjadi sebuah teori, dan akan menjadi usang ketika konsep di dalamnya hanya hidup di dalam pikiran dan perkataan. Budaya bisa dibentuk, maka yang perlu dilakukan adalah aplikasinya. Dengan begitu, konsep-konsep dan teori-teori yang pernah dipelajari dalam bangku formal pembelajaran tidak akan menguap dan hilang begitu saja.
Aplikasi
Merujuk pada pemahaman itu, maka ada sekumpulan orang yang belum lama terbangun dan menjadi sebuah komunitas yang diberi nama Universitas Multimedia Nusantara, atau yang sering dikenal dengan UMN. Sebuah institusi pendidikan tinggi yang menjadi cita-cita mulia pendirinya, DR. (HC) Jacob Oetama. Memiliki latar belakang panjang sebagai seorang jurnalis, serta bisnis nasional yang besar, sang pendiri membangun UMN dengan dukungan penuh dari perusahaan induknya, Kompas Gramedia Group (KG Group). Dukungan terbesar yang diberikan adalah sumber daya manusia. Individu-individu yang ditunjuk oleh sang pendiri adalah orang-orang yang memiliki kualifikasi di bidangnya masing-masing. Melalui proses yang menghabiskan waktu beberapa tahun, maka terdaftarlah UMN sebagai universitas pada 2006. Baru pada tahun 2007 proses pendidikan dimulai dengan masuknya kurang lebih 120 mahasiswa. Namun sekarang (2012) mahasiswanya sudah jauh lebih banyak dari itu.
Tolak ukur keberhasilan UMN bisa diukur dari peningkatan jumlah mahasiswa yang masuk ditiap tahunnya. Namun ada satu lagi tolak ukur yang terpenting, yaitu kualitas lulusannya. Lulusan sebuah universitas akan selalu membawa nama almamater mereka yang bersamaan dengan prestasi atau kekurangan lulusan itu sendiri ketika mengambil peran mereka di ruang publik. Fase penerimaan dan pelepasan mahasiswa merupakan rangkaian panjang yang punya banyak dinamika dan saling berkait satu dengan yang lain. Maka untuk memahami hal ini, perlu ditelaah satu persatu. Pengajar memang memegang peran kunci dalam pembentukan kemampuan mahasiswa. Berbarengan dengan hal itu, universitas sebagai instansi pendidikan punya peran yang tidak kalah besar sebagai sebuah rumah – seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya – memiliki sebuah budaya sebagai identitas universitas itu sendiri.
Dalam hal ini, maka dibutuhkan serangkaian nilai dalam kehidupan di dalam sebuah universitas. Nilai-nilai ini nantinya akan menjadi identitas almamater ketika lulusannya mengambil peran di ruang publik yang mereka pilih. Celakanya adalah, ketika sebuah universitas baru tidak memiliki patokan nilai dalam kehidupan kampus, sementara mereka telah memiliki lulusan.
Seperti yang telah dikemukakan oleh Gazalba dan Koentjaraningrat mengenai budaya yang merupakan proses, maka perlu adanya nilai yang ditanamkan yang pada akhirnya bisa membudaya di sebuah universitas. Dan hal inilah yang tidak dimiliki oleh UMN sampai sekarang. Mahasiswa di UMN terlalu disibukkan dengan tuntutan akademis yang begitu kaku menekan mereka agar fokus pada pencapaian nilai akademis dengan menihilkan pengalaman nyata sebagai calon pemegang ruang publik. Imbasnya yang kemudian terjadi adalah lulusan yang minim pengalaman dengan banyak rengekan yang disertai dengan daya juang yang rendah, dan ditambah lagi dengan tekanan dari tuntutan nilai akademis yang harus mereka pertanggungjawabkan ketika mereka bekerja.
Masalah ini bukan sekadar asumsi semata. Hal ini telah banyak diungkapkan dan dikeluhkan oleh banyak pihak dan perusahaan. Saya sebagai mahasiswa yang masuk dalam jurusan jurnalistik di fakultas komunikasi UMN banyak mendengar kisah dari senior wartawan mengenai lulusan jurnalistik UMN. Hal ini membentuk asumsi fatal yang memberikan stereotipe pada lulusan jurnalistik UMN tidak memiliki kualifikasi lebih dibandingkan lulusan universitas lain. Terlebih UMN selalu mengikutsertakan nama KG yang notabene adalah berawal dari media massa. Dari keperihatinan itu, maka perlu adanya kesadaran internal yang terbentuk dari tiap-tiap individu di UMN, baik dari mahasiswa, pendidik, sampai menejemennya.
Pembentukan nilai harus sudah ditawarkan sejak langkah pertama mereka di UMN, dan tempat itu ada pada Orientasi Mahasiswa Baru (OMB). Maka dari itu, ada rumusan OMB yang dirancang untuk menanamkan nilai-nilai tadi.
Belajar dari lima angkatan yang sudah ada di UMN, ada kajian dan evaluasi mengenai fenomena negatif yang telah terjadi. Fenomena negatif ini meliputi kurangnya kebanggaan sebagai mahasiswa UMN, kurangnya kepedulian sebagai manusia, kurangnya daya juang sebagai mahasiswa, kurangnya rasa solidaritas dan kebersamaan sebagai satu rumah UMN, individualitas lebih ditonjolkan, dan yang paling parah adalah kurangnya kesadaran sebagai mahasiswa.
Evaluasi inilah yang menjadi dasar dari penyusunan nilai-nilai yang ingin ditanamkan pada mahasiswa di UMN. Rumusan nilai ini baru bisa diberikan pada saat OMB, ketika anak-anak SMA naik ke fase mereka sebagai mahasiswa. Maka dirancanglah sebuah rumusan OMB yang dihasilkan dari evaluasi fenomena di mahasiswa UMN serta evaluasi OMB yang pernah dilakukan sebelumnya.
Merujuk pada definisi dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, orientasi adalah peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dsb) yg tepat dan benar. Merupakan tinjauan sebagai dasar dari penentuan sikap atau arah yang tepat dan benar. Maka OMB perlu dirancang untuk memberi pemahaman dan pengetahuan tentang kehidupannya ketika masuk sebagai mahasiswa di UMN. Pemahaman dan pengetahuan di sini bukan sekadar tentang kampus saja, perlu adanya pengetahuan dan pemahaman mengenai lingkungan sekitar kampus, lingkungan sosial dan masyarakatnya, lingkungan yang merujuk pada geografinya, serta demografinya. Sedangkan pengetahuan dan pemahaman mengenai kampus meliputi pengetahuan dan pemahaman seputar dinamika yang akan mereka hadapi ketika mereka berproses sebagai mahasiswa UMN.
Sifat dasar manusia yang tidak suka diatur, menyukai kebebasan, dan merasa paling benar menjadi kendala besar dalam penanaman nilai-nilai dalam OMB. Namun itu bukan berarti jalan buntu, sesekali perlu adanya otoritas yang mengkondisikan mereka pada situasi yang tidak bisa mereka lawan, dengan kata lain tidak memberikan mereka pilihan kecuali mengikuti aturan dan arahan yang diberikan. Oleh sebab itu, mahasiswa baru UMN bebas untuk tidak ikut OMB, namun mereka harus menerima konsekuensi untuk tidak bisa lulus karena tidak memenuhi syarat dari SKS partisipasi yang sebagian besarnya ada di OMB. Dengan begitu, mau tidak mau mereka harus lulus OMB. karena OMB memberikan poin yang besar dalam SKS itu.
Setelah masalah ini diatasi, maka yang perlu dirumuskan selanjutnya adalah penanaman nilai. Merumuskan bagaimana membungkus nilai-nilai ini dalam sebuah rangkaian acara yang bebas dari perpeloncoan. Perpeloncoan menurut KBBI itu sendiri adalah pengenalan dan penghayatan situasi lingkungan baru dng mengendapkan (mengikis) tata pikiran yg dimiliki sebelumnya. Sebenarnya tidak ada permasalahan mengenai perpeloncoan. Yang menjadi masalah adalah kesalahan dalam memaknai arti perpeloncoan itu sendiri. Pemahaman yang ada di masyarakat awam adalah perpeloncoan identik dengan kekerasan, baik fisik, verbal, maupun mental. Maka melihat hal itu, OMB UMN merupakan sebuah perpeloncoan yang bebas dari aksi kekerasan, baik fisik, verbal, maupun mental.
Dalam mengatasi hal ini, pengemasan dalam menghadapi kesalahan mahasiswa baru (maba) perlu dikemas dalam sebuah konsekuensi dan hukuman yang mendidik. Ada perbedaan antara konsekuensi di sini dengan hukuman. Pembedaannya adalah konsekuensi muncul dari maba itu sendiri sebagai tindakan menghukum diri sendiri yang bertujuan menanamkan nilai bahwa setiap kesalahan yang menyangkut diri sendiri akan menghadirkan konsekuensi untuk diri sendiri. Maba dituntut untuk berpikir dan sadar bahwa akan ada konsekuensi yang datang dari tiap kesalahan yang dilakukan, yang sebenarnya datang dari pilihan mereka sendiri. Sedangkan hukuman diberikan ketika maba melakukan kesalahan yang lebih berat. Ada seksi keamanan yang mengurusi hukuman untuk maba. Hukuman yang mereka terima adalah untuk mendidik mereka. maba diperbantukan untuk membantu panitia, seperti mengangkat perlengkapan OMB, dan yang lainnya. Hukuman sosial yang menempatkan mereka di posisi yang tidak nyaman. Hal ini akan membuat mereka terasing dan bosan. Dengan begitu, mereka akan berpikir untuk tidak melakukan kesalahan yang akan membuat mereka menerima hukuman. Dan untuk pelanggaran fatalnya cukup dengan memberi keterangan bahwa mereka tidak lulus OMB.
Sedangkan dengan yang berhubungan dengan rangkaian acara, konseptor OMB percaya bahwa manusia akan bisa berkembang bila mereka dihadapkan dengan masalah. Dengan hadirnya masalah, mereka dituntut untuk berpikir kreatif dan berimprovisasi untuk menemukan solusi untuk masalah itu. Dalam hal ini, konseptor memberikan tugas yang banyak agar mereka bisa berpikir untuk mengerjakan itu dalam sebuah tim. Dengan begitu, tiap individu akan belajar bersosialisasi dan berinteraksi dengan kelompoknya, menyusun strategi yang tepat untuk menyelesaikan masalah, serta berpikir taktis untuk pemecahan masalah yang membutuhkan waktu cepat dalam penyelesaiannya. Konseptor memberikan dua bentuk tugas, individu dan kelompok. Konseptor tidak mewajibkan mereka mengerjakan tugas individu sendiri-sendiri. Yang diwajibkan hanya mereka bisa menyelesaikan tugas sesuai dengan target waktu yang diberikan. Mereka diberikan waktu selama tiga hari untuk menyelesaikannya, maka konseptor menyusun tugas yang sangat mungkin selesai dikerjakan dalam waktu dua hari, dengan syarat, semua tugas itu dibagi dalam kelompok. Hal ini membuat tiap maba hanya mengerjakan satu tugas saja, baik individu maupun kelompok. Namun yang terjadi adalah keluhan dari maba dan yang parahnya keluhan itu datang dari orang tua maba, serta mahasiswa senior UMN yang sama sekali tidak mengerti mengenai konsep OMB itu sendiri.
Seperti yang telah dikatakan tadi bahwa tugas yang diberikan memang banyak seperti, mengumpulkan sembako, membuat prototipe ICT, booklet, video kelompok, maket, bibit pohon, yel-yel, membuat name tag, buku catatan, makanan perhari, pisang dengan panjang sesuai jumlah kelompok, dan membuat tas dari sarung bantal. Bila dilihat tugas ini sangat banyak, namun tugas-tugas ini akan dibagi dalam empat hari OMB, dan maba boleh mengerjakannya sebagai satu tim. Ada pembelajaran mengenai menejemen dalam pembagian tugasnya. Tugas-tugas ini dirancang bukan atas dasar iseng dan ingin mengerjai maba. Konseptor telah merancang OMB ini dalam waktu 7 bulan. Ada alasan yang bertujuan dan bernilai dari tiap tugas yang diberikan. Maka dari itu saya akan menjelaskan maksud dan tujuan dari tiap tugas yang diberikan ini.
(1) Mengumpulkan sembako : Tugas ini dirancang untuk menumbuhkan rasa solidaritas dan berbagi kepada yang berkekurangan, karena semua sembako yang dikumpulkan akan disumbangkan untuk panti asuhan.
(2) Membuat Prototipe ICT : Tugas ini dirancang untuk mengembangkan kreativitas berpikir dan berimajinasi maba untuk sebuah perkembangan teknologi, karena UMN tidak lepas dari kampus pelopor ICT.
(3) Booklet : Tugas ini dirancang agar maba kenal dan tahu tentang pahlawan yang menjadi nama kelompok mereka. sebab pahlawan punya peran besar dalam sejarah Indonesia. Selain itu maba juga dikondisikan untuk mengenal paling sedikit dua orang keluarga UMN. Serta mengetahui hierarki, visi misi, dan hal-hal yang menyangkut UMN.
(4) Video Kelompok : Tugas ini dirancang agar maba bisa lebih akrab dan menyatu dengan kelompoknya. Serta memberikan kesan dan kenang-kenangan mereka ketika OMB.
(5) Maket : Tugas ini dirancang agar maba berpikir kreatif mengenai apa yang mereka pahami tentang UMN dan menuangkan itu melalui karya bangun maket.
(6) Bibit pohon : Tugas ini dirancang agar maba punya kepekaan dan kontibusi nyata untuk alam. Bentuk kecil dari rasa balas jasa pada alam yang telah memberikan kehidupan kepada manusia. Ada sense of belonging yang ingin ditawarkan.
(7) Yel-yel : Tugas ini diberikan agar maba bisa lebih akrab dengan kelompoknya, punya kebanggaan yang bisa ditunjukkan secara nyata.
(8) Name tag : Tugas ini diberikan sebagai tanda pengenal maba selama OMB berlangsung.
(9) Buku catatan : Tugas ini diberikan agar mahasiswa memiliki sebuah media yang bisa mereka pakai untuk mencatat informasi yang mereka dapat.
(10) Makanan perhari : Tugas ini diberikan agar tidak ada kesenjangan sosial yang mungkin muncul dari lebarnya latar belakang status ekonomi yang dimiliki maba. Dengan begitu maba tidak akan minder dan menjadi sama dengan yang lainnya tanpa ada jurang pemisah.
(11) Pisang : Tugas ini diberikan agar mahasiswa masuk ke pasar-pasar tradisional yang ada di sekitar UMN. Sebab mereka tidak akan menemui pisang itu di supermarket. Dengan begitu maba bisa melihat dan mengetahui kondisi sosial masyarakat sekitar. Mereka akan berinteraksi dan menumbuhkan kesadaran yang membukakan mata mereka untuk melihat keberuntungan secara finansial daripada pedagang yang ada di pasar. Ada nilai kepedulian yang ditawarkan di sini.
(12) Tas sarung bantal : Tugas ini diberikan untuk menumbuhkan rasa kesetaraan sebagai mahasiswa. Sebab mahasiswa bukan dilihat dari apa yang dia bawa, namun lebih pada diri yang mereka bawa sebagai mahasiswa.
Tugas-tugas ini sangat berguna untuk pengemasan dan kelancaran acara selama OMB. Ada bahan yang diangkat dari tugas-tugas ini. Semua dirancang untuk menumbuhkan dari dalam diri pribadi melalui cara pemberian tugas. Pembelajaran diri sendiri dibutuhkan untuk memantabkan nilai-nilai yang ditanamkan.
Rangkaian acara disusun selama empat hari. Hari pertama diawali dengan upacara bendera dan pembukaan formal OMB UMB. Selainnya, lebih pada pemberian informasi mengenai kampus UMN, baik informasi akademis, serta informasi mengenai keorganisasian. Hari kedia lebih dititikberatkan ke program studi masing-masing. Acara ini perlu dilakukan untuk menumbuhkan rasa kebersamaan sebagai satu program studi, sebab bagaimanapun mereka akan menempuh pendidikan sesuai dengan program studi masing-masing. Maka perlu ada informasi yang lebih detil mengenai itu. Hari ketiga diisi oleh presentasi prototipe ICT yang melatih kemampuan mempresentasikan di depan orang lain. Acara ini memberikan perkenalan kepada maba bahwa dalam perkuliahan mereka pasti akan melewati fase ini. Acara yang lain adalah Games. Games yang diberikan sengaja untuk memantabkan nilai-nilai yang ditanamkan. Melalui games, maba akan lebih senang karena acaranya lebih dinamis, namu di balik itu ada pesan yang dikemas dalam setiap games. Hari ke empat didominasi dengan games seperti hari ketiga. Ditambah dengan acara-acara santai seperti penampilan per fakultas, nominasi surat cinta, serta pengumuman kelompok terbaik. Semua itu digunakan sebagai ice breaking dari tegangnya acara. Penutup diisi dengan orasi dan kembang api agar lebih memantabkan nilai-nilai yang ditanamkan, serta memberikan kesan kepada maba, agar mereka memiliki kebanggaan sebagai mahasiswa UMN.
Rumusan acara yang tidak kalah penting adalah penerapan konsepsi Komandan Lapangan (Danlap). Danlap berfungsi sebagai orator yang menatar maba. Danlap di sini memimpin apel yang diisi dengan Salam UMN (Karya Terbaik Untuk Almamater, Persada, Sesama), Mars OMB, serta Mars UMN. Danlap juga dikondisikan sebagai orang yang paling tegas dan menakutkan. Hal ini berguna agar nilai-nilai yang diucapkan maba bisa diresapi dan dipahami oleh maba. Dan sejauh ini fungsi Danlap sangatlah penting.
Selain itu, konseptor juga memiliki panduan grafik emosi. Grafik emosi ini digunakan sebagai acuan flow emosi. Ada panduan yang jelas kapan acara dibuat santai dan kapan acara dibuat tegang dan mencekam. Grafik emosi ini juga berfungsi sebagai panduan mutlak agar panitia tidak berjalan keluar pagar acara yang telah disusun.
Deskripsi panjang di atas merupakan sebuah konsep matang yang sebenarnya telah mengalami banyak sekali perubahan. Rangkaian acara juga kadang tidak bisa berjalan sesuai dengan apa yang telah di rancang. Panitia juga harus siap berimprovisasi melihat kondisi di lapangan. Apabila kondisi tidak memungkinkan untuk berjalan sesuai rundown, maka perlu diambil keputusan untuk mencari alternatif acara demi menjaga kelancaran konsep yang telah ada.
Acara yang berjalan sesuai susunan mungkin hanya berjalan sekitar 70%. Namun hal ini bukan prioritas acara, sebab prioritas acara OMB UMN adalah penanaman nilai kepada maba, supaya maba punya fondasi yang jelas sebagai mahasiswa.
Bila boleh berkata jujur, OMB UMN 2012 punya wajah tersendiri dari OMB UMN yang pernah ada sebelumnya. Sebab memang benar-benar sebuah orientasi, bukan sekadar formalitas untuk menghabiskan anggaran kampus. Terobosan lain yang dilakukan adalah dengan menghapuskan pemberian kompensasi bagi setiap panitia. Hal ini dilakukan jelas untuk menyisihkan mana mahasiswa yang hanya berorientasi untuk mencari uang dan mana mahasiswa yang benar-benar ingin memberikan yang terbaik untuk almamaternya.
OMB sebagai peletak dasar pembangunan nilai yang diharapkan membudaya di UMN telah dilakukan. Maka langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah membangun suasana kondusif sebagai universitas yang dihuni oleh mahasiswa dan bukan sekadar tempat les-lesan yang selesai les langsung pulang. Mahasiswa perlu sadar mengenai konsep diri mereka sebagai mahasiswa. Mahasiswa punya tanggung jawab lebih dari sekadar siswa. Mahasiswa punya sejarah sebagai agen perubahan, kontrol sosial dan politik. Mahasiswa punya Tri Dharma yang memberikan mereka tempat untuk melakukan kegiatan pembelajaran dan pengajaran, melakukan penelitian, serta tanggung jawab pengabdian untuk masyarakat. Tiga karakter mahasiswa yang sudah sangat jarang ditemui.
What's Next
Organisasi kemahasiswaan di UMN perlu berbenah diri juga, baik dari tingkat UKM, HMJ-HMF, sampai organisasi BEM dan KBM. Tidak perlu lagi ada eksistensi kelompok. Tidak ada untungnya bisa eksis di dalam namun hanya bisa ciut ketika keluar. Program kerja organisasi harusnya sejalan dengan karakter mahasiswa yang lebih banyak mengambil porsi di luar kampus untuk aplikasi ketimbang hanya jago di kandang. Organisasi kampus perlu melakukan sebuah konsolidasi dan diskusi yang lebih intens mengenai langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk membangun karakter mahasiswa UMN yang kuat. Karakter yang tidak hanya tinggal diam menyadari diri yang sedang diperas sebagai komoditas kampusnya sendiri. Karakter yang mau dan mampu berbicara lantang untuk nilai kemanusiaan dan kebebasan. Karakter yang mau mengembangkan diri dengan mengambil porsi lebih pembelajaran di luar kampus. Mahasiswa UMN sebaiknya perlu sadar bahwa kampusnya sedang mengarah ke sebuah garis komersialisasi. Mahasiswa UMN tidak perlu takut menghadang “si tuan tanah” yang menjadikan kampus kita sebagai ladang yang ditanami pohon uang. Mahasiswa UMN harus berani untuk mengatakan “YA” bila memang benar ya, dan berani mengatakan “TIDAK” bila kenyataan yang ada memang tidak. Soe Hok Gie pernah mengatakan bahwa kebebasan dan kemerdekaan bisa kita dapat karna kita melawan. Melawan ketidakadilan, melawan segala bentuk penindasan, melawan penguasa yang tiran.
Tiap individu mahasiswa UMN harus punya kesadaran bahwa kita punya tanggung jawab pada junior kita. Mahasiswa UMN perlu berpikir untuk membimbing juniornya agar bisa lebih baik dari kita sekarang. Walaupun kampus lain di luar sana dengan tegas menempatkan diri menjadi komersil, tapi UMN adalah kampus kita, maka kita juga yang menentukan arah dan tujuan keluarga besar kita. Masing-masing dari kita punya tanggung jawab moral kita masing-masing, tidak terlepas juga untuk para dosen, bahwa kalian adalah PENDIDIK, bukan sekadar PENGAJAR, yang bekerja untuk mengajar.
“Saya cinta almamater saya dan saya ingin melihat junior saya berkompetensi tinggi, punya nurani, dan mau rela melayani.” Itu adalah arah perjuangan kita. Tidak peduli hasil itu bisa dinikmati atau tidak, namun kita semua punya tanggung jawab yang sama kawan seperjuanganku, untuk benar-benar membuat nyata slogan kampus kita, “Karir yang luar biasa, berawal dari pendidikan yang luar biasa.” Wahai Comrade, mari kita bersama-sama membuat kampus kita menjadi luar biasa dengan jati diri kita. Mari kita bangun kesadaran diri kita masing-masing untuk mau bersikap.
Salam UMN, Karya Terbaik Untuk Almamater, Persada, Sesama...!!!
Salam,
Mahasiswa UMN